Ramai di Media Sosial Terkait Potongan PPh 21 Lebih Besar, Ini Penjelasan Ditjen Pajak

Read Time:3 Minute, 46 Second

petdir.us, Jakarta – Banyak beredar rumor di media sosial tentang Pajak Penghasilan (PPh) 21. Sejumlah netizen mengeluhkan besarnya pemotongan PPh 21 selama masa penerimaan tunjangan hari raya (THR).

Dikutip dari platform.

‘Pekerjaan! Gaji cw. Gan, perhitungan PPh 21 untuk THR berapa sen? Gaji pokok saya UMR Jakarta tapi potongannya besar sekali?” tulis pemilik akun @worksxxxx, dikutip Kamis pekan ini.

“Jangan kaget lihat pemotongan gaji dan THR!!! “Pemerintah melakukan penyesuaian tarif pemotongan PPh Pasal 21 (PPh 21) sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 yang menggunakan tarif baru yaitu Rata-rata Tarif Efektif (TER),” tulis pemilik txtxxx akun.

“Kenaikan gaji sekecil itu bertentangan dengan PPh 21,” tulis pemilik akun @olindrxxxx

“Ini gajian, lihat PPh 21 rasanya jadi gila,” tulis pemilik akun @Dikxxxx

Sementara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menerapkan Tarif Efektif Rata-rata (TER) untuk menghitung PPh Pasal 21 pada bulan diterimanya THR.

Dalam keterangan tertulisnya, Direktur Konsultasi, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Dui Astuti menegaskan penerapan metode penghitungan PPh pasal 21 menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung wajib pajak. .

Sebab, tarif TER diterapkan untuk menyederhanakan penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari hingga November. “Nanti pada masa pajak bulan Desember, pengusaha akan menghitung kembali besarnya pajak yang terutang selama satu tahun dengan menggunakan tarif umum PPh pasal 17 dan memotong jumlah pajak yang telah dibayar pada masa Januari sampai dengan November, sehingga beban pajak bagi wajib pajak akan tetap sama,” kata Dui.

Dia mencontohkan, sebagai gambaran, dalam hal wajib pajak menerima THR, dengan cara penghitungan PPh pasal 21 sebelum TER, maka pengusaha akan melakukan dua penghitungan tarif pasal 17, yakni PPh 21 gaji dan PPh. 21 untuk THR. .

Sedangkan dengan penerapan TER, pemberi kerja cukup menambahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan yang bersangkutan dikalikan tarif sesuai tabel TER. Besarnya PPh pasal 21 yang dipotong pada bulan efektif diterimanya THR akan lebih besar dibandingkan bulan-bulan lainnya, karena jumlah penghasilan yang diterima “lebih besar karena terdiri dari gaji dan komponen THR”, katanya.

Diberitakan sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan penerapan cara penghitungan PPh yang diatur dalam Pasal 21 dengan skema Average Effective Rate (TER) tidak menambah pajak. beban . dengan mengorbankan pembayar pajak.

Tarif TER diterapkan untuk menyederhanakan penghitungan PPh pasal 21 masa pajak Januari-November. Pada masa pajak bulan Desember, pengusaha akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang selama satu tahun dengan menggunakan tarif umum pajak penghasilan pasal 17, dan akan memotong jumlah pajak yang telah dibayarkan pada masa Januari-November, sehingga beban pajak yang timbul dari wajib pajak akan tetap sama. Demikian dikutip Antara, Rabu (27/3/2024).

Direktur Penyuluhan dan Humas DJP Dwi Astuti mengatakan, PPh 21 dihitung dengan menjumlahkan gaji dan THR yang diterima pada bulan bersangkutan, kemudian dikalikan tarif sesuai tabel TER.

“Besaran PPh Pasal 21 yang dipotong pada bulan diterimanya THR ternyata lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya, karena jumlah penghasilan yang diterima lebih besar karena terdiri dari komponen gaji dan THR. “ucap Dwi.

Perubahan skema penghitungan PPh 21 dengan TER diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023.

Sedangkan cara penghitungan sebelumnya adalah pemberi kerja melakukan dua kali perhitungan tarif Pasal 17, yaitu PPh 21 gaji dan PPh 21 THR, pada perjanjian baru pemberi kerja cukup menghitung penghasilan bruto bulanan dikalikan TER bulanan.

Komponen penghasilan kotor yang dimaksud antara lain gaji tetap dan tunjangan (termasuk upah lembur); tantiem, THR, jasa produksi dan penghasilan tidak tetap lainnya; imbalan atas kegiatan yang dilakukan oleh pemberi kerja; pembayaran iuran asuransi tenaga kerja dan kesehatan yang dibayarkan oleh pemberi kerja; serta pembayaran asuransi yang dibayarkan oleh pemberi kerja.

Misalnya, seorang pegawai tetap yang belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan (TK/0) mendapat penghasilan bruto dari pemberi kerja sebesar Rp6,5 juta pada masa pajak Februari, menghitung PPh 21 dengan tarif efektif bulanan golongan A sebesar 1 persen. .

Sedangkan pada masa pajak Maret, pekerja mendapat penghasilan bruto dari pemberi kerja sebesar Rp13 juta ditambah THR.

Oleh karena itu, tarif efektif bulanan PPh 21 yang digunakan adalah kategori A sebesar 5 persen. Dwi menegaskan, penerapan metode penghitungan PPh pasal 21 dengan menggunakan TER tidak menambah beban pajak yang ditanggung wajib pajak.

Tarif TER diterapkan untuk menyederhanakan penghitungan PPh pasal 21 untuk masa pajak Januari hingga November. Pada masa pajak bulan Desember, pengusaha akan menghitung kembali jumlah pajak yang terutang selama satu tahun dengan menggunakan tarif umum pajak penghasilan pasal 17, dan akan mengurangi jumlah pajak yang telah dibayarkan pada masa Januari – November, sehingga sesuai dengan beban pajak yang timbul. . jumlah wajib pajak akan tetap sama.

Happy
Happy
0 %
Sad
Sad
0 %
Excited
Excited
0 %
Sleepy
Sleepy
0 %
Angry
Angry
0 %
Surprise
Surprise
0 %
Previous post Tak Penuhi Ekspektasi Penjualan, Sony Sebut PS5 Telah Memasuki Akhir Siklus Hidupnya
Next post Rayakan 20 Tahun Debut, TVXQ Senang Bisa Menikmati Waktu Bersama dengan Cassiopeia Indonesia